Agus Winarno

Agus Winarno


agus.winarno2@pajak.go.id


agus.winarno2
Pesan Singkat
Link
Pencarian Peraturan
Tax Treaty
Kurs Pajak

e-Registration
e-NPWP
e-SPT
e-Filing

Download Formulir Pajak

Cari Alamat KPP
Artikel sebelumnya
Halaman depan

Manfaatkan Penghapusan Sanksi Pajak

Tarif 1% untuk Wajib Pajak yang memiliki Peredaran...

PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR)

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi, dobel pajak ?

PPh Pasal 21 pegawai yang masuk kerja bukan sejak ...

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak

Menteri Keuangan lantik Direktur Jenderal Pajak baru

Sanksi pajak dihapuskan

Arsip Artikel
November 2008
Desember 2008
Januari 2009
Maret 2009
April 2009
Agustus 2009
Agustus 2010
Mei 2013
Juli 2013
September 2013
Juni 2015
Sunset Policy 2008
25 November 2008

Pada tanggal 17 Juli 2007, Presiden RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008. Salah satu perubahan penting yaitu adanya Pasal 37A mengenai Sunset Policy yang merupakan fasilitas penghapusan sanksi pajak atas kekurangan pembayaran pajak yang dapat dinikmati oleh masyarakat, baik yang belum memiliki NPWP maupun yang telah memiliki NPWP.

Penegasan pelaksanaan Pasal 37A UU KUP dan ketentuan pelaksanaannya diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-34/PJ/2008 Tgl.31-07-2008. Di situ disebutkan bahwa konsep dasar undang-undang perpajakan yang mengatur tentang Sunset Policy adalah sistem self assessment. Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sebagai konsekuensi pemberian kepercayaan tersebut, Wajib Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) berikut keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, yang telah diisi secara benar, lengkap dan jelas.

Sunset Policy memberi kesempatan kepada :

  • Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008 untuk membetulkan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2006 dan atau tahun-tahun pajak sebelumnya

  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh NPWP secara sukarela dalam tahun 2008 untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan atau sebelumnya

untuk memperoleh fasilitas berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Mengingat fasilitas Sunset Policy berdasarkan sistem self assessment, maka penentuan tahun pajak terkait dengan SPT Tahunan PPh yang disampaikan atau dibetulkan diserahkan kepada Wajib Pajak.

Ketentuan Sunset Policy berdasarkan Pasal 37A UU KUP bersifat khusus dan hanya berlaku untuk jangka waktu terbatas sehingga beberapa ketentuan umum yang diatur dalam UU KUP tidak berlaku. Ketentuan umum yang tidak berlaku sehubungan dengan Sunset Policy seperti ketentuan yang terkait dengan :

  • Pembatasan jangka waktu pembetulan SPT Tahunan PPh paling lama 2 tahun sejak berakhirnya bagian tahun pajak atau tahun pajak

  • Persyaratan belum dilakukan pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) UU KUP.

Dalam pelaksanaan Sunset Policy, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk mengungkapkan seluruh penghasilan termasuk harta dan kewajiban dalam SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi. Data dan atau informasi yang telah diungkapkan dalam SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi yang telah disampaikan atau dibetulkan oleh Wajib Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan.

Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008 (Wajib Pajak Lama) yang memanfaatkan fasilitas Sunset Policy diberikan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  • Wajib Pajak Lama yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi untuk tahun pajak 2006 dan atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2008 yang menyatakan Kurang Bayar, diberikan fasilitas Sunset Policy.

  • Wajib Pajak Lama yang membetulkan SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi untuk tahun pajak 2006 dan atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 30 Juni 2008 yang menyatakan Kurang Bayar, diberikan fasilitas Sunset Policy.

  • Wajib Pajak Lama yang membetulkan SPT Tahunan PPh Badan atau Orang Pribadi untuk tahun pajak 2006 dan atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 Desember 2008 yang menyatakan Kurang Bayar, diberikan fasilitas Sunset Policy atas pembetulan yang pertama kali. Namun, apabila pembetulan SPT Tahunan PPh dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh (SPT Lama) yang telah disampaikan dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 Dsember 2008, pembetulan SPT Tahunan PPh tersebut tidak memperoleh fasilitas Sunset Policy.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh NPWP secara sukarela dalam tahun 2008 (Wajib Pajak Baru) yang memanfaatkan fasilitas Sunset Policy diberikan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  • Wajib Pajak Baru yang menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan atau sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Maret 2009 diberikan fasilitas Sunset Policy.

  • Wajib Pajak Baru yang membetulkan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan atau sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 30 Juni 2008 diberikan fasilitas Sunset Policy.

  • Wajib Pajak Baru yang membetulkan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan atau sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 Desember 2008, diberikan fasilitas Sunset Policy atas pembetulan yang pertama kali. Namun, apabila pembetulan SPT Tahunan PPh dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh (SPT Lama) yang telah disampaikan dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 Desember 2008, pembetulan SPT Tahunan PPh tersebut tidak memperoleh fasilitas Sunset Policy.

Sunset Policy merupakan kebijakan untuk memulai keterbukaan dalam melaksanakan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan. Oleh karena itu, masyarakat perlu menyikapinya dengan seksama. UU KUP yang baru memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak untuk mengumpulkan data dan informasi secara berkesinambungan dari instansi, lembaga, asosiasi dan pihak lain, baik pemerintah maupun swasta. Ditjen Pajak mempunyai data perpajakan yang memungkinkan Ditjen Pajak untuk mendeteksi ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan tidak memanfaatkan Sunset Policy, menghadapi risiko dikenai sanksi perpajakan yang berat. Sunset Policy ini hanya berlaku dalam tahun 2008.

Untuk penjelasan lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat, Kring Pajak 500200 atau website www.pajak.go.id



Baca selengkapnya ...

Ditulis oleh Agus Win pada 9:54 AM   0 komentar
Perlakuan perpajakan di Pulau Bintan dan Pulau Karimun
12 November 2008

Dalam rangka menunjang iklim investasi agar tetap kondusif dan untuk memberikan kepastian hukum Pulau Bintan dan Pulau Karimun, pada tanggal 21 Juli 2005 Menteri Keuangan RI menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No.61/PMK.03/2005 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan dalam Rangka Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun.

Dalam Pasal 2 Permenkeu No.61/PMK.03/2005 diatur bahwa atas impor Barang Kena Pajak (BKP) maupun pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang berasal dari luar Pabean Indonesia serta perolehan dalam negeri BKP atau JKP oleh Pengusaha di Pulau Bintan dan Pulau Karimun yang melakukan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Butir 1, diberikan pembebasan Bea Masuk, dan tidak dipungut PPN dan PPnBM, dan PPh Pasal 22.

Proyek yang dimaksud dalam Pasal 1 Butir 1 adalah kegiatan dalam lingkup kerjasama ekonomi antara Republik Indonesia dengan Republik Singapura yang dilaksanakan dalam waktu yang terbatas dalam rangka pengembangan :

  • Kawasan yang dikembangkan untuk usaha-usaha termasuk sarana pendukungnya di Pulau Bintan.

  • Kawasan Industri di Pulau Bintan.

  • Kawasan pengembangan sumber-sumber air di Pulau Bintan.

  • Kawasan penimbunan, distribusi dan pengolahan minyak bumi, serta kawasan industri maritim (galangan kapal) dan konstruksi lepas pantai di Pulau Karimun Besar dan pulau-pulau sekitarnya.

Dalam hal terjadi penyalahgunaan peruntukan barang-barang yang diberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan tersebut, pemberian fasilitas dinyatakan batal, dan terhadap Pengusaha yang bersangkutan diwajibkan untuk membayar kembali Bea Masuk, PPN dan PPnBM, serta PPh Pasal 22 dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak terjadinya penyalahgunaan fasilitas dimaksud.

Jangka waktu pemberian fasilitas kepabeanan dan perpajakan berdasarkan Permenkeu No.61/PMK.03/2005 ini berlaku sampai dengan tanggal 30 Desember 2008.

Pada saat Permenkeu ini mulai berlaku, atas Bea Masuk, PPN dan PPnBM, serta PPh Pasal 22 yang telah terlanjur dipungut atau dibayar, dapat dimintakan peengembalian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Baca selengkapnya ...

Ditulis oleh Agus Win pada 12:39 PM   0 komentar
Perlakuan PPN dan PPnBM di Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam
11 November 2008

Dalam rangka mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional, untuk Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam perlu diberikan kemudahan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan Pasal 16B UU No.8 Th.1983 tentang PPN dan PPnBM. Sehubungan dengan pertimbangan tersebut, pada tanggal 31 Desember 2003 Presiden RI menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam. Yang dimaksud Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam adalah Daerah Industri Pulau Batam dan pulau-pulau di sekitarnya yang dinyatakan sebagai Kawasan Berikat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 2 PP No.63 Th.2003 diatur bahwa dalam rangka menunjang ekspor, PPN dan PPnBM tidak dipungut atas :

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) kepada Pengusaha sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.
  • Impor BKP yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor.

Pengusaha yang dimaksud di sini adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam yang melakukan kegiatan menghasilkan BKP untuk diekspor.

Untuk menjaga agar iklim investasi di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam tetap kondusif, perlu diatur pengenaan PPN dan PPnBM secara bertahap. Dalam Pasal 3 PP No.63 Th.2003 sebagaimana telah diubah dengan PP No.30 Th.2005 diatur bahwa atas penyerahan BKP dan atau impor BKP selain yang dimaksud dalam Pasal 2 dan atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di / ke Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam, terutang PPN dan atau PPnBM yang pengenaannya dilakukan secara bertahap.

Dalam Pasal 4 PP No.63 Th.2003 sebagaimana telah diubah dengan PP No.30 Th.2005 diatur bahwa pengenaan PPN dan atau PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan ketentuan sebagai berikut :

Tahap pertama :

Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2004, PPN dan atau PPnBM dikenakan atas :

  • Impor dan atau penyerahan BKP berupa :
    • Kendaraan bermotor, berupa segala jenis kendaraan bermotor baik beroda 2 (dua) atau lebih.
    • Rokok dan hasil tembakau lainnya.
    • Minuman yang beralkohol.

  • Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam dan atau Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam.

Tahap kedua :

Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2004, PPN dan atau PPnBM dikenakan atas impor dan atau penyerahan BKP berupa barang-barang elektronik, berupa segala jenis barang elektronik yang menggunakan tenaga baterai maupun listrik.

Tahap selanjutnya :

Penetapan jenis BKP dan atau JKP yang akan dikenakan PPN dan atau PPnBM selain BKP sebagaimana dimaksud pada tahap pertama dan kedua dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan paling lama setiap 6 (enam) bulan.


Catatan :
PP No.63 Th.2003 dan PP No.30 Th.2005 ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi sejak berlakunya PP No.2 Th.2009.
Informasi yang berkaitan dengan hal ini dapat dilihat di :
http://aguswinarno.blogspot.com/2009/02/kawasan-perdagangan-bebas-dan-pelabuhan.html



Baca selengkapnya ...

Ditulis oleh Agus Win pada 11:21 PM   0 komentar
Pengaruh amandemen UU PPh untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
07 November 2008

Pada tanggal 23 September 2008, Presiden RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Beberapa perubahan yang ada pada UU No.36 Th.2008 tersebut diantaranya yaitu ditambahnya nilai PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang diatur dalam Pasal 7 UU No.36 Th.2008, sebagaimana tabel perbandingan di bawah ini.

 Permenkeu
No.137/PMK.03/2005
(berlaku saat ini)
UU No.36 Th.2008
(berlaku mulai
01-01-2009)
untuk diri Wajib Pajak
Orang Pribadi
Rp 13.200.000,-Rp 15.840.000,-
tambahan untuk Wajib
Pajak yang kawin
Rp 1.200.000,-Rp 1.320.000,-
tambahan untuk seorang
istri yang penghasilannya
digabung dengan
penghasilan suami
Rp 13.200.000,-Rp 15.840.000,-
tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda
dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak
3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga
Rp 1.200.000,-Rp 1.320.000,-

Selain ditambahnya nilai PTKP, ada juga penurunan lapisan Penghasilan Kena Pajak untuk penerapan Tarif Pajak yang diatur dalam Pasal 17 UU No.36 Th.2008. Berikut ini adalah perbandingannya untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

UU No.17 Th.2000
(berlaku saat ini)

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak
sampai dengan Rp 25.000.000,-5 %
di atas Rp 25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,-10 %
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-15 %
di atas Rp 100.000.000,- s.d. Rp 200.000.000,-25 %
di atas Rp 200.000.000,-35 %

UU No.36 Th.2008
(berlaku mulai 01-01-2009)

Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000,-5 %
di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000,-15 %
di atas Rp 250.000.000,- s.d. Rp 500.000.000,-25 %
di atas Rp 500.000.000,-30 %

Salah satu keuntungan bagi Orang Pribadi yang memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yaitu mengenai Fiskal Luar Negeri, yang mana dalam Pasal 25 Ayat (8) UU No.36 Th.2008 diatur bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Di samping itu ada satu hal yang sangat penting untuk kita ketahui dan perhatikan, yaitu Pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP, yaitu :

  • Besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Hal ini diatur dalam Pasal 21 Ayat (5a) UU No.36 Th.2008.

  • Besarnya tarif pemungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Hal ini diatur dalam Pasal 22 Ayat (3) UU No.36 Th.2008.

  • Besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 Ayat (1) UU No.36 Th.2008. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Ayat (1a) UU No.36 Th.2008.

Agar pengenaan pajak terhadap kita yang bekerja sebagai karyawan, baik di perusahaan swasta maupun instansi pemerintah, dapat dikenakan dengan tarif tidak lebih tinggi sebagai tersebut di atas, maka bagi kita yang belum memiliki NPWP hendaknya segera mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai dengan domisili kita agar segera diterbitkan NPWP untuk kita selaku Wajib Pajak Orang Pribadi.

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, pemberian NPWP karyawan dapat dilakukan oleh KPP tempat lokasi perusahaan terdaftar, sehingga tidak harus mendaftar ke KPP domisili masing-masing karyawan. Hal ini diatur dalam Perdirjen Pajak No.PER-16/PJ/2007 Tgl.25-01-2007. Pendaftaran NPWP karyawan di KPP tempat terdaftarnya perusahaan ini dilakukan secara kolektif dan dikoordinir oleh perusahaan, yang mana perusahaan cukup membuat satu surat pengantar dilampiri dengan daftar nominatif dan softcopy hasil input di program e-NPWP. Masing-masing karyawan cukup melampirkan fotokopi KTP saja, sedangkan untuk karyawan yang statusnya WNA melampirkan Passport.

Dan yang perlu kita ketahui bersama, bahwa pendaftaran NPWP, software program e-NPWP, dan segala bentuk pelayanan perpajakan lainnya diberikan secara gratis, tidak dipungut biaya apa pun. KPP tentunya juga akan melayani apabila perusahaan kita memerlukan bantuan untuk memberikan sosialisasi NPWP dan PPh Pasal 21 kepada karyawan, termasuk memberikan panduan pengoperasian program e-NPWP kepada staf accounting atau payroll di perusahaan kita.

Selain itu, dengan adanya program Sunset Policy 2008 yang sedang digalakkan oleh pemerintah dan berdasarkan Pasal 37A Ayat (2) UU No.28 Th.2007, Wajib Pajak Orang Pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sampai dengan akhir tahun ini, diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh NPWP dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT (Surat Pemberitahuan) yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.

Semoga informasi dari artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila kita memerlukan informasi lebih lanjut, jangan segan-segan kita menghubungi petugas Account Representative (AR) yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk melayani kita.



Baca selengkapnya ...

Ditulis oleh Agus Win pada 10:30 AM   2 komentar
Penyetoran dan pelaporan pajak dalam UU KUP yang baru
06 November 2008

Pada tanggal 17 Juli 2007, Presiden RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Salah satu perubahan yang ada pada UU No.28 Th.2007 tersebut yaitu besarnya sanksi administrasi berupa denda untuk SPT (Surat Pemberitahuan) yang tidak disampaikan dalam jangka waktu sesuai ketentuan.

Dalam Pasal 7 Ayat (1) UU No.28 Th.2007 diatur bahwa apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar :

  • Rp 500.000,- untuk SPT Masa PPN
  • Rp 100.000,- untuk SPT Masa lainnya
  • Rp 1.000.000,- untuk SPT Tahunan PPh Badan
  • Rp 100.000,- untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Sedangkan untuk sanksi administrasi berupa bunga, dalam Pasal 9 Ayat (2a) UU No.28 Th.2007 diatur bahwa pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Untuk menghindari sanksi administrasi tersebut, hendaknya kita membayar atau menyetor pajak serta menyampaikan SPT Masa / SPT Tahunan dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam Pasal 9 Ayat (1) UU No.28 Th.2007 diatur bahwa Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

Berikut ini adalah beberapa ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No.184/PMK.03/2007 Tgl.28-12-2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

  • PPh Pasal 4 Ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

  • PPh Pasal 4 Ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

  • PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

  • PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.

  • PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.

  • PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur / agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak Badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak Badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

  • PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.

  • Pembayaran Masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (3b) KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.

  • Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN, wajib menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Khusus untuk Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya Batam tetapi berlokasi di Pulau Bintan, termasuk di kawasan Bintan Industrial Estate (BIE) Lobam, SPT Masa selain PPh Pasal 25 dan PPN/PPnBM disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bintan, bukan ke Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam. Hal ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No.PER-177/PJ/2005 Tgl.09-02-2006 tentang Tata Cara Pemindahan Wajib Pajak ke KPP Madya Batam.

Semoga informasi dari artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Baca selengkapnya ...

Ditulis oleh Agus Win pada 3:24 PM   2 komentar

Free Domain Free Blogger Templates BLOGGER

Buku Gratis

UU Perpajakan


UU KUP


UU PPh


UU PPN
Pengunjung